Sabtu, 19 Februari 2011

Ilmu Budaya Dasar - Manusia & Kebudayaan


I.Hakikat Manusia

Makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
Tubuh adalah materi yang dapat dilihat, diraba, dirasa, wujudnya konkrit tetapi tidak abadi. Jika manusia itu meninggal, tubuhnya akan hancur dn lenyap. Jiwa terdapat di dalam tubuh, tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba, sifatnya abstrak tetapi abadi. Jika manusia meninggal, maka jiwa akan lepas dari tubuh dan jiwa akan kembali kepada asalnya, yaitu Tuhan sebagai sang pencipta dan pemiliknya, jiwa tidak akan mengalami kehancuran. Jiwa adalah roh yang berdiam di salam tubuh manusia sebagai penggerak dan sumber kehidupan.
Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Kesempurnaannya terletak pada adab dan budayanya, karena manusia dilengkapi oleh penciptanya dengan akal, perasaan, dan kehendak yang tedapat di dalam jiwa manusia. Dengan akal (ratio) manusia mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya nilai baik dan buruk, mengharuskan manusia mampu mempertimbangkan, menilai, dan berkehendak menciptakan kebenaran, keindahan, kebaikan, atau sebaliknya. Selanjutnya dengan adanya perasaan, manusia mampu menciptakan kesenian . Daya rasa (perasaan) dalam diri manusia itu ada dua macam, yaitu perasaan inderawi dan perasaan rohani. Perasaan inderawi adalah rangsangan jasmani melalui panca indera, tingkatnya, tingkatnya rendah dan terdapat pada manusia atau binatang. Perasaan rohani adalah perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia misalnya : 
1.Perasaan intelektual, yaitu perasaan yang berkenaan dengan pengetahuan. Misalnya, seorang merasa puas jika ia mendapatkan informasi tentang sesuatu, dan merasa tidak puas jika ia tidak mendapatkan informasi tersebut.
2.Perasaan estetis, yakni perasaan yang berkenaan dengan keindahan. Seseorang aka merasa senang jika ia melihat sesuatu yang indah, tetapi jika idak mendapatkannya maka akan muncul perasaan kesal di dalam dirinya.
3.Perasaan etis, yaitu perasaan yang berkenaan dengan kebaikan. Seorang akan merasa bangga dan senang jika terdapat sesuatu yang dinilainya baik, dan akan merasa benci terhadap sesuatu yang bersifat kejahatan.
4.Perasaan social, yakni perasaan yang berkenaan dengan kelompok, atau di dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh jika ada tetangga yang mengalami musibah, kita turut sedih dan membantunya.
5.Perasaan religious, yaitu perasaan yang berkenaan dengan agama atau kepercayaan. Seseorang akan merasa tenteram dan damai jika mereka rajin beribadah, rajin melakukan perbuatan baik sesuai dengan kehendak Tuhan.
 
Makhluk biokultural, yaitu makhluk yang hayati dan budayawi
Manusia adalah produk salin tindak atau interaksi faktor- faktor hayati dan faktor – faktor budayawi. Sebagai makhluk hayati, manusia dapat dipelajari dari segi-segi anatomi, fisiologi, biokimia, psikobiologi, patologi, genetika,biodemografi, evolusi biologisnya dan sebagainya. Sebagai makhluk budayawi manusia dapat dipelajari dari segi-segi : kemsyarakatan, kekerabatan, psikologi social, kesenian, ekonomi, perkakas dan sebagainya.
Makhluk ciptaan Tuhan yang terikat dengan lingkungan,mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya
Seorang filsuf Denmark yang bernama Soren Kienkegaard, ia adalah pelopor ajaran “eksistensialisme” memandang manusia dalam konteks kehidupan konkrit adalah makhluk alamiah dan tunduk pada hukum yang alamiah pula. Tiga taraf hidup manusia yaitu estesis, etis dan religious. Melalui kehidupan estetis, manusia mampu menangkap dunia sekitarnya sebagai dunia yang mengagumkan dan mengungkapkan kembali melalui karya seni berupa lukisan, tarian, nyanyian yang indah. Melalui kehidupan etis, manusia meningkatkan kehidupan estesis ke dalam tingkatan manusiawi dalam bentuk-bentuk keputusan bebas dan dipertanggungjawabkan. Dengan kehidupan religious, manusia menghayati pertemuan dengan Tuhan. Semakin dekat manusia pada Tuhan, semakin dekat pula ia menuju kesempurnaan dan makin jauh ia dilepaskan dari rasa kekhawatiran.


Hakikat Manusia Dalam Al-Qur’an

Al-Qur’an menegaskan kualitas dan nilai manusia dengan menggunakan tiga macam istilah yang satu sama lain saling berhubungan, yakni al-insaan, an-naas, al-basyar, dan banii Aadam. Manusia disebut al-insaan karena dia sering menjadi pelupa sehingga diperlukan teguran dan peringatan. Sedangkan kata an-naas (terambil dari kata an-naws yang berarti gerak; dan ada juga yang berpendapat bahwa ia berasal dari kata unaas yang berarti nampak) digunakan untuk menunjukkan sekelompok manusia baik dalam arti jenis manusia atau sekelompok tertentu dari manusia. 
Manusia disebut al-basyar, karena dia cenderung perasa dan emosional sehingga perlu disabarkan dan didamaikan. Manusia disebut sebagai banii Aadam karena dia menunjukkan pada asal-usul yang bermula dari nabi Adam as sehingga dia bisa tahu dan sadar akan jati dirinya. Misalnya, dari mana dia berasal, untuk apa dia hidup, dan ke mana ia akan kembali.

Penggunaan istilah banii Aadam menunjukkan bahwa manusia bukanlah merupakan hasil evolusi dari makhluk anthropus (sejenis kera). Hal ini diperkuat lagi dengan panggilan kepada Adam dalam al-Qur’an oleh Allah dengan huruf nidaa (Yaa Adam!). Demikian juga penggunaan kata ganti yang menunjukkan kepada Nabi Adam, Allah selalu menggunakan kata tunggal (anta) dan bukan jamak (antum) sebagaimana terdapat dalam surah al-Baqarah ayat 35.

وقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلا مِنْهَا رَغَداً حَيْثُ شِئْتُمَا وَلا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
 
Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim( QS Al Baqarah : 35 ) 

Manusia dalam pandangan al-Qur’an bukanlah makhluk anthropomorfisme yaitu makhluk penjasadan Tuhan, atau mengubah Tuhan menjadi manusia. Al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk theomorfis yang memiliki sesuatu yang agung di dalam dirinya. Disamping itu manusia dianugerahi akal yang memungkinkan dia dapat membedakan nilai baik dan buruk, sehingga membawa dia pada sebuah kualitas tertinggi sebagai manusia takwa.

Al-Qur’an memandang manusia sebagaimana fitrahnya yang suci dan mulia, bukan sebagai manusia yang kotor dan penuh dosa. Peristiwa yang menimpa Nabi Adam sebagai cikal bakal manusia, yang melakukan dosa dengan melanggar larangan Tuhan, mengakibatkan Adam dan istrinya diturunkan dari sorga, tidak bisa dijadikan argumen bahwa manusia pada hakikatnya adalah pembawa dosa turunan. Al-Quran justru memuliakan manusia sebagai makhluk surgawi yang sedang dalam perjalanan menuju suatu kehidupan spiritual yang suci dan abadi di negeri akhirat, meski dia harus melewati rintangan dan cobaan dengan beban dosa saat melakukan kesalahan di dalam hidupnya di dunia ini. Bahkan manusia diisyaratkan sebagai makhluk spiritual yang sifat aslinya adalah berpembawaan baik (positif, haniif).

Karena itu, kualitas, hakikat, fitrah, kesejatian manusia adalah baik, benar, dan indah. Tidak ada makhluk di dunia ini yang memiliki kualitas dan kesejatian semulia itu . Sungguhpun demikian, harus diakui bahwa kualitas dan hakikat baik benar dan indah itu selalu mengisyaratkan dilema-dilema dalam proses pencapaiannya. Artinya, hal tersebut mengisyaratkan sebuah proses perjuangan yang amat berat untuk bisa menyandang predikat seagung itu. Sebab didalam hidup manusia selalu dihadapkan pada dua tantangan moral yang saling mengalahkan satu sama lain. Karena itu, kualitas sebaliknya yaitu buruk, salah, dan jelek selalu menjadi batu sandungan bagi manusia untuk meraih prestasi sebagai manusia berkualitas mutaqqin di atas.

Gambaran al-Qur’an tentang kualitas dan hakikat manusia di atas megingatkan kita pada teori superego yang dikemukakan oleh sigmund Freud, seorang ahli psikoanalisa kenamaan yang pendapatnya banyak dijadika rujukan tatkala orang berbicara tentang kualitas jiwa manusia.

Menurut Freud, superego selalu mendampingi ego. Jika ego yang mempunyai berbagai tenaga pendorong yang sangat kuat dan vital (libido bitalis), sehingga penyaluran dorongan ego (nafsu lawwamah/nafsu buruk) tidak mudah menempuh jalan melalui superego (nafsu muthmainnah/nafsu baik). Karena superego (nafsu muthmainnah) berfungsi sebagai badan sensor atau pengendali ego manusia.Sebaliknya, superego pun sewaktu-waktu bisa memberikan justifikasi terhadap ego manakala instink, intuisi, dan intelegensi –ditambah dengan petunjuk wahyu bagi orang beragama– bekerja secara matang dan integral. Artinya superego bisa memberikan pembenaran pada ego manakala ego bekerja ke arah yang positif. Ego yang liar dan tak terkendali adalah ego yang negatif, ego yang merusak kualitas dan hakikat manusia itu sendiri.

Sebagai kesimpulan dapatlah diterangkan bahwa kualitas manusia berada diantara naluri dan nurani. Dalam rentetan seperti itulah manusia berperilaku, baik perilaku yang positif maupun yang negatif. Fungsi intelegensi dapat menaikkan manusia ke tingkat yang lebih tinggi. Namun intelegensi saja tidaklah cukup melainkan harus diikuti dengan nurani yang tajam dan bersih. Nurani (mata batin, akal budi) dipahami sebagai superego, sebagi conscience atau sebagai nafsu muthmainnah (dorongan yang positif). Prof. Dr. Fuad Hasan mengatakan bahwa bagi manusia bukan sekedar to live (bagaimana memiliki) dan to survive (bagaimana bertahan), melainkan juga to exist (bagaimana keberadaannya). Untuk itu, maka manusia memerlukan pembekalan yang kualitatif dan kuantitatif yang lebih baik daripada hewan.

Manusia bisa berkulitas kalau ia memiliki kebebasan untuk berbuat dan kehendak. Tetapi kebebasan disini bukanlah melepaskan diri dari kendali rohani dan akal sehat, melainkan upaya kualitatif untuk mengekspresikan totalitas kediriannya, sambil berjuang keras untuk menenangkan diri sendiri atas dorongan naluriah yang negatif dan destruktif. Jadi kebebasan yang dimaksudkan disini adalah upaya sadar untuk mewujudkan kualitas dan nilai dirinya sebagai khalifah Allah di muka bumi secara bertangung jawab.

Kualitas dan nilai manusia akan terkuak bila manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan naluri bebasnya itu berdasarkan pertimbangan aqliah yang dikaruniai Allah kepadanya dan dibimbing oleh cahaya iman yang menerangi nuraninya yang paling murni. Wallaahu A’lam.


II.Kepribadian Bangsa Timur

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri sendiri. Manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat berinteraksi dan bertahan hidup. Hal tersebut benar – benar dianut oleh masyarakat pada bangsa timur terutama Indonesia. Rasa kebersamaan yang kuat bisa dibilang sebagai kepribadian bangsa.
Segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki masyarakat itu. Di Indonesia banyak sekali kebudayaan dan kepribadianyang ada, karena seperti yang kita tahu bahwa Indonesia memiliki banyak sekali suku sehingga dengan sudah sangat pasti kebudayaannya pun berbeda.
Sistem ideologi yang ada biasanya meliputi etika, norma, adat istiadat, peraturan hukum yang berfungsi sebagai pengarahan dan pengikat perilaku manusia atau masyarakat agar sesuai dengan kepribadian bangsa yang sopan, santun, ramah, dan tidak melakukan hal – hal yang dapat mencoreng kepribadian bangsa.
Sistem sosial meliputi hubungan dan kegiatan sosial di dalam masyarakat. Sistem teknologi meliputi segala perhatian serta penggunaanya, sesuai dengan nilai budaya yang berlaku. Pada saat unsur-unsur masing-masing kebudayaan saling menyusup. Proses migrasi besar-besaran, dahulu kala, mempermudah berlangsungnya akulturasi tersebut.
Pada dasarnya masyarakat daerah timur dengan contoh Indonesia, sangat terbuka dan toleran terhadap bangsa lain, tetapi selama masih sesuai dengan norma, etika serta adat istiadat yang ada di Indonesia.
Pada umumnya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan seperti peralatan yang terutama sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya. Contohnya : Handphone, komputer, dan lain – lain.
Namun ada pula unsur-unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah misalnya :
1. Unsur-unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup dan lain-lain.
2. Unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi. Contoh yang paling mudah adalah soal makanan pokok suatu masyarakat.
3. Pada umumnya generasi muda dianggap sebagai individu-individu yang cepat menerima unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi. Sebaliknya generasi tua, dianggap sebagai orang-orang kolot yang sukar menerima unsur baru.
4. Suatu masyarakat yang terkena proses akulturasi, selalu ada kelompok-kelompok individu yang sukar sekali atau bahkan tak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi diterima atau tidaknya suatu unsur kebudayaan baru diantaranya :
1. Terbatasnya masyarakat memiliki hubungan atau kontak dengan kebudayaan dan dengan orang-orang yang berasal dari luar masyarakat tersebut.
2. Jika pandangan hidup dan nilai yang dominan dalam suatu kebudayaan ditentukan oleh nilai-nilai agama.
3. Corak struktur sosial suatu masyarakat turut menentukan proses penerimaan kebudayaan baru. Misalnya sistem otoriter akan sukar menerima unsur kebudayaan baru.
4. Suatu unsur kebudayaan diterima jika sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan bagi diterimanya unsur kebudayaan yang baru tersebut.
5. Apabila unsur yang baru itu memiliki skala kegiatan yang terbatas.

Jadi kesimpulan yang saya ambil bahwa kepribadian bangsa timur adalah kebersamaan yang kuat seperti tolong menolong,gotong royong dan hal-hal kebersamaan lain nya, sehingga sulit untuk memecah belah kan bangsa-bangsa timur.
 
http://mayangarmyta.wordpress.com/2010/10/31/kepribadian-bangsa-timur/
 
 III.Definisi Kebudayaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah:
1. hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia spt kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat;
2. Antr keseluruhan pengetahuan manusia sbg makhluk sosial yg digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yg menjadi pedoman tingkah lakunya;
Sedangkan menurut para ahli, kebudayaan adalah:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
  • Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
  • Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

Kesimpulan
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.



 IV. 7 Unsur Kebudayaan Universal

Kebudayaan universal adalah kebudayaan yang mencari jawab atas problematika masyarakat, bukan apologi terhadap kesenian an-sich, tidak pula apriori terhadap politisasi massa. Tetapi, lebih pada rasionalitas melihat dan menjangkau ke depan demi perkembangan masyarakat majemuk Indonesia.
  Menurut Koentjaraningrat ada tujuh unsur kebudayaan universal, yaitu:
1.      Sistem kepercayaan (sistem religi)
2.      Sistem pengetahuan
3.      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
4.      Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi
5.      Sistem kemasyarakatan
6.      Bahasa
7.      Kesenian



V.Tiga Wujud Kebudayaan Menurut Dimensi Wujudnya

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

http://ykaditya.blogspot.com/2010/02/tiga-wujud-kebudayaan-menurut-dimensi.html

By: Muhammad Hanif Alfarisi Suarsyaf (24310710)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar