Kamis, 15 November 2012

Apa saja yang ada di dalam Perencanaan Fisik Pembangunan



  Kepala Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana Wilayah, mempunyai tugas:
  • Membantu Kepala BAPPEDA dalam melaksanakan sebagian tugas pokok dibidang perencanaan fisik dan prasarana.
  • Mengumpulkan dan mempelajari peraturan perundang-undangan, kebijakan pedoman dan petunjuk teknis bidang perencanaan fisik dan prasarana wilayah.
  • Menyusun perencanaan pembangunan bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan penataan ruang.
  • Mengkoordinasikan dan memadukan rencana pembangunan bidang PU, Perumahan, perhubungan, LH dan penataan ruang.
  • Melaksanakan inventarisasi permasalahan di bidang fisik dan prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijakan pemecahan masalah.
  • Melakukan dan mengkordinasikan penyusunan program tahunan di bidang fisik dan prasarana Wilayah yang meliputi bidang PU, Perumahan, Perhubungan, LH dan Penataan ruang dalam rangka pelaksanaan RENSTRA Daerah atau kegiatan-kegiatan yang diusulkan kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • Melaksanakan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
  • Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu, Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan dan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan 
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan mempunyai tugas:
  • Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tat ruang dan lingkungan.
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang serasi.
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan Lingkungan.
  • Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan Lingkungan.
  • Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • Melaksanakan tugas laun yang diperintahkan oleh atasan.
Sub Bidang Prasarana Wilayah
Sub Bidang Prasarana Wilayah mempunyai tugas:
  • Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di Sub Budang Prasarana Wilayah
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang Prasarana Wilayah
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan PU, Perumahan dan Perhubungan.
  • Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
  • Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada aasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
Reformasi seluruh sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara sejak tahun 1998 telah mendorong adanya pembaharuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan nasional harus mengakomodasi kenyataan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui proses demokratis, terdesentralisasi, dan mematuhi tata pemerintahan yang baik. Demikian pula proses perencanaan pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks. Â
Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi. Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kemudian Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional.
Sedangkan untuk daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah (RPJMD). Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP. Rencana tahunan sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau Lembaga, dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada tugas dan fungsi masing-masing instansi.
Proses penyusunan rencana pembangunan secara demokratis dan partisipatoris dilakukan melalui forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten atau kota, kemudian pada tingkat Provinsi. Hasil dari Musrenbang Provinsi kemudian dibawa ke Musrenbang Nasional yang merupakan sinkronisasi dari Program Kementerian dan Lembaga dan harmonisasi dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Musrenbang ini menghasilkan Rancangan Akhir RKP sebagai pedoman penyusunan RAPBN.


dionsuarsyaf.architect

Hukum Perikatan dan Perjanjian dalam Pranata Pembangunan



Perikatan dan perjanjian adalah suatu hal yang berbeda. Perikatan dapat lahir dari suatu perjanjian dan Undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat dapat menyebabkan lahirnya perikatan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian tersebut. Perikatan adalah terjemahan dari istilah bahasa Belanda “verbintenis”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literature hukum di Indonesia. Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.

A. PERIKATAN
Perikatan dalam pengertian luas
Dalam bidang hukum kekayaan, misalnya perikatan jual beli, sewa menyewa, wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming), pembayaran tanpa utang, perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain.
Dalam bidang hukum keluarga, misalnya perikatan karena perkawinan, karena lahirnya anak dan sebagainya.
Dalam bidang hukum waris, misalnya perikatan untuk mawaris karena kematian pewaris, membayar hutang pewaris dan sebagainya.
Dalam bidang hukum pribadi, misalnya perikatan untuk mewakili badan hukum oleh pengurusnya, dan sebagainya.
Perikatan dalam pengertian sempit
Membahas hukum harta kekayaan saja, meliputi hukum benda dan hokum perikatan, yang diatur dalam buku II KUHPdt di bawah judul Tentang Benda.
Peraturan Hukum Perikatan
Perikatan diatur dalam buku III KUH Perdata dari pasal 1233-1456 KUH Perdata. Buku III KUH Perdata bersifat :
a. Terbuka, maksudnya perjanjian dapat dilakukan oleh siapa saja asal tidak bertentangan dengan
undang- undang.
b. Mengatur, maksudnya karena sifat hukum perdata bukan memaksa tetapi disepakati oleh kedua belah pihak.
c. Melengkapi, maksudnya boleh menambah atau mengurangi isi perjanjian karena tergantung pada kesepakatan.
Macam-Macam Perikatan
a. Perikatan bersyarat ( Voorwaardelijk )
Suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian dikemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu ( Tijdsbepaling )
Perbedaan antara perikatan bersyarat dengan ketetapan waktu adalah di perikatan bersyarat, kejadiannya belum pasti akan atau tidak terjadi. Sedangkan pada perikatan waktu kejadian yang pasti akan datang, meskipun belum dapat dipastikan kapan akan datangnya.
c. Perikatan yang membolehkan memilih ( Alternatief )
Dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana yang akan ia lakukan.
d. Perikatan tanggung menanggung ( Hoofdelijk atau Solidair )
Diamana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan atau sebaliknya. Sekarang ini sedikit sekali yang menggunakan perikatan type ini.
e. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Tergantung pada kemungkinan bias atau tidaknya prestasi dibagi. Pada hakekatnya tergantung pada kehendak kedua belak pihak yang membuat perjanjian.
f. Perikatan tentang penetapan hukuman ( Strafbeding )
Suatu perikatan yang dikenakan hukuman apabila pihak berhutang tidak menepati janjinya. Hukuman ini biasanya ditetapkan dengan sejumlah uang yang merupakan pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh pihak-pihak pembuat janji.
Unsur-unsur Perikatan
• Hubungan hokum
Maksudnya adalah bahwa hubungan yang terjadi dalam lalu lintas masyarakat, hukum melekatkan hak pada satu pihak dan kewajiban pad apihak lain dan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya, maka hukum dapat memaksakannya.
• Harta kekayaan
Maksudnya adalah untuk menilai bahwa suatu hubungan hukum dibidang harta kekayaan, yang dapat dinilai dengan uang. Hal ini yang membedakannya dengan hubungan hukum dibidang moral (dalam perkembangannya, ukuran penilaian tersebut didasarkan pada rasa keadilan masyarakat).
• Para pihak adalah Pihak yang berhak atas prestasi = kreditur, sedangkan yang wajib memenuhi
prestasi = debitur.
• Prestasi (pasal 1234 KUH Perdata), prestasi yaitu :
a. Memberikan sesuatu.
b. Berbuat sesuatu.
c. Tidak berbuat sesuatu.
Asas-Asas Dalam Hukum Perikatan
- Asas Kebebasan Berkontrak : Ps. 1338: 1 KUHPerdata.
– Asas Konsensualisme : 1320 KUHPerdata.
– Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHPerdata.
• Pengecualian : 1792 KUHPerdata
1317 KUHPerdata
• Perluasannya yaitu Ps. 1318 KUHPerdata.
– Asas Pacta Suntservanda® asas kepastian hukum: 1338: 1 KUHPerdata.

B. PERJANJIAN
Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lainnya atau dimana dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Perikatan merupakan suatu yang sifatnya abstrak sedangkan perjanjian adalah suatu yang bersifat kongkrit. Dikatakan demikian karena kita tidak dapat melihat dengan pancaindra suatu perikatan sedangkan perjanjian dapat dilihat atau dibaca suatu bentuk perjanjian ataupun didengar perkataan perkataannya yang berupa janji.
Asas Perjanjian
Ada 7 jenis asas hukum perjanjian yang merupakan asas-asas umum yang harus diperhatikan oleh setiap pihak yang terlibat didalamnya.
a. Asas sistem terbukan hukum perjanjian
Hukum perjanjian yang diatur didalam buku III KUHP merupakan hukum yang bersifat terbuka. Artinya ketentuan-ketentuan hukum perjanjian yang termuat didalam buku III KUHP hanya merupakan hukum pelengkap yang bersifat melengkapi.
b. Asas Konsensualitas
Asas ini memberikan isyarat bahwa pada dasarnya setiap perjanjian yang dibuat lahir sejak adanya konsensus atau kesepakatan dari para pihak yang membuat perjanjian.
c. Asas Personalitas
Asas ini bisa diterjemahkan sebagai asas kepribadian yang berarti bahwa pada umumnya setiap pihak yang membuat perjanjian tersebut untuk kepentingannya sendiri atau dengan kata lain tidak seorangpun dapat membuat perjanjian untuk kepentingan pihak lain.
d. Asas Itikad baik
Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat haruslah dengan itikad baik. Perjanjian itikad baik mempunyai 2 arti yaitu :
1. Perjanjian yang dibuat harus memperhatikan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.
2. Perjanjian yang dibuat harus didasari oleh suasana batin yang memiliki itikad baik.
e. Asas Pacta Sunt Servada
Asas ini tercantum didalam Pasal 1338 ayat 1 KUHP yang isinya “Semua Perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas ini sangat erat kaitannya dengan asas sistem terbukanya hukum perjanjian, karena memiliki arti bahwa semua perjanjian yang dibuat oleh para pihak asal memnuhi syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur di dalam pasal 1320 KUHP sekalipun menyimpang dari ketentuan-ketentuan Hukum Perjanjian dalam buku III KUHP tetap mengikat sebagai Undang-Undang bagi para pihak yang membuat perjanjian.
f. Asas force majeur
Asas ini memberikan kebebasan bagi debitur dari segala kewajibannya untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya perjanjian karena suatu sebab yang memaksa.
g. Asas Exeptio non Adiempletie contractus
Asas ini merupakan suatu pembelaan bagi debitur untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi akibat tidak dipenuhinya perjanjian, dengan alasan bahwa krediturpun telah melakukan suatu kelalaian.
Syarat Sahnya Perjanjian
a. Syarat Subjektif
   - Keadaan kesepakatan para pihak
   - Adanya kecakapan bagi para pihak
b. Syarat Objektif
   - Adanya objek yang jelas
   - Adanya sebab yang dihalalkan oleh hukum


dionsuarsyaf.architects 

Bagaimana tentang Hukum Pranata Pembangunan : UU & Per.Pemb.Nas - UU No. 24 Th. 1992 tentang Tata Ruang



UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992
TENTANG
PENATAAN RUANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan letak dan kedudukan
yang strategis sebagai Negara kepulauan dengan keanekaragaman
ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu disyukuri, dilindungi,
dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai
pengama lan Pancasila;

b. bahwa pengelolaan sumber daya alam yang beraneka ragam di daratan, di
lautan, dan di udara perlu dilakukan secara terkoordinasi dan terpadu dengan
sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara kelestarian kemampuan
lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan berwawasan lingkungan, yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;

c . bahwa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemanfaatan
ruang belum menampung tuntutan perkembangan pembangunan, sehingga
perlu ditetapkan undang-undang tentang penataan ruang;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaga Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah (Lembaga Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3037);

4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaga Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);

5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaga Negara Tahun
1982 Nomor 51. Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 (Lembaran Negara Tahun
1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368);

Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.

BAB  I
KETENTUAN UMUM

Pasal  1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil pere ncanaan tata ruang.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
8. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasat kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
9. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai
nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

BAB  II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal  2

Penataan ruang berasaskan :
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum.

Pasal  3

Penataan ruang bertujuan :
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan
kawasan budi daya;
c . tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk :
1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan sejahtera;
2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia;
3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan
secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia;
4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.

BAB  III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal  4

(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai
ruang sebagai akibat penataan ruang.
(2) Setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c . memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana
tata ruang.

Pasal  5

(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang.
(2) Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Pasal  6

Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB  IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
U m u m
Pasal  7

(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan meliputi kawasan lindung
dan kawasan budi daya.
(2) Penataan ruang berdasarkan aspek administratif meliputi ruang wilayah
Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi
kawasan pedesaan, kawasan perkotaan,  dan kawasan tertentu.

Pasal  8

(1) Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan
wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II dilakukan secara terpadu
dan tidak dipisah-pisahkan.
(2) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I dikoordinasikan penyusunannya oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) untuk kemudian dipadukan ke dalam
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan.
(3) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi lebih dari satu wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II dikoordinasikan penyusunannya oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk kemudian dipadukan ke dalam
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.

Pasal 9

(1) Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II, disamping meliputi  ruang daratan, juga
mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas tertentu yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penataan ruang lautan dan ruang udara diluar sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur secara terpusat dengan Undang-undang.

Pasal 10

(1) Penataan ruang kawasan perdesaan, penataan ruang kawasan perkotaan, dan
penataan ruang kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) diselenggarakan sebagai bagian dari penataan ruang wilayah Nasional atau
wilayah Propinsi  Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II.
(2) Penataan ruang kawasan perdesaan dan penataan ruang kawasan perkotaan
diselenggarakan untuk :
a. mencapai tata ruang kawasan perdesaan dan kawasan perkotaan yang
optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan
manusia;
b. meningkatkan fungsi kawasan perdesaan dan fungsi kawasan perkotaan
secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan
dengan tata kehidupan masyarakat;
c . mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan
mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
(3) Penataan ruang kawasan tertentu diselenggarakan untuk :
a. mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis dan diprioritas dalam
rangka penataan ruang wilayah Nasional atau wilayah Propinsi Propinsi
Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan  fungsi kawasan budi daya;
c . mengatur  pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan.
(4) Pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 11

Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10
dilakukan dengan memperhatikan :
a. lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, dan interaksi antar
lingkungan;
b. tahapan, pembiayaan, dan pengelolaan pembangunan, serta pembinaan
kemampuan kelembagaan.

Pasal 12

(1) Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah dengan peran serta masyarakat.
(2) Tata cara dan bentuk peran serta masyarakat dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal  13

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui proses dan prosedur penyusunan
serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau disempurnakan sesuai dengan
jenis perencanaannya secara berkala.
(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap memperhatikan ketentuan
Pasal 24 ayat (3).
(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali dan atau
penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal  14

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi budi daya dan fungsi
lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan
keamanan;
b. Aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan
estetika lingkungan, serta kualitas ruang.
(2) Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan struktur dan pola pemanfaatan
ruang, yang meliputi tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber
daya alam lainnya.
(3) Perencanaan tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan keamanan
sebagai subsistem perencanaan tata ruang, tata cara penyusunannya diatur
dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pasal  15

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang
beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas rencana tata ruang.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diselenggarakan
secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana
tata ruang.

Pasal  16

(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan :
a. pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata
guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak
penduduk sebagai warganegara.
(2) Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Pengendalian
Pasal  17

Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan
penertiban tentang pemanfaatan ruang.

Pasal  18

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk
pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
(2) Penerbitan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB  V
RENCANA TATA RUANG
Pasal  19

(1) Rencana tata ruang dibedakan atas :
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c . Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digambarkan dalam
peta wilayah Negara Indonesia, peta wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, peta
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan peta wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II, yang tingkat ketelitiannya diatur dalam peraturan perundangundangan.

Pasal  20

(1) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Negara, yang meliputi :
a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c . kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan
kawasan tertentu.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi :
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan tertentu
yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c . pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah nasional;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah serta keserasian antar sektor;
c . pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau
masyakarat;
d. penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal  21

(1) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I merupakan penjabaran
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke
dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c . pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I;
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Dae rah Tingkat I berisi :
a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu;
c . arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian,
pertambangan, perindustrian, pariwisata dan kawasan lainnya;
d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan;
e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah yang meliputi prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan prasarana pengelolaan
lingkungan;
f. arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan;
g. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan
tata guna sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan keterpaduan
dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I menjadi pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
b. mewujudkan keterpaduan, keterikatan, dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah Propinsi Daerah Tingkat I serta keserasian antar sektor;
c . pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Kabupaten/kotamadya Daerah Tingkat II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan lokasi pembangunan.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I adalah 15 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I ditetapkan dengan peraturan daerah.

Pasal  22

(1) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I
ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat
II untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II;
c . rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat
II;
d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II;
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II berisi :
a. pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi daya;
b. pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan
tertentu;
c . sistem kegiatan pembangunan dan sistem permukiman perdesaan dan
perkotaan;
d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan;
e. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II  menjadi
pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. mewujudkan keterpaduan, keterikatan, dan keseimbangan perkembangan
antar wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II serta keserasian
antar sektor;
c . penerapan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan atau
masyarakat di Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II;
d. penyusunan rencana rinci tata ruang di Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II;
e. pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.
(4) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II menjadi
dasar untuk penerbitan perizinan lokasi pembangunan.
(5) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II adalah 10 tahun.
(6) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II
ditetapkan dengan peraturan daerah.11 dari 13

Pasal  23

(1) Rencana tata ruang kawasan perdesaan dan rencana tata ruang kawasan
perkotaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang kawasan tertentu dalam rangka penataan ruang wilayah
nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan atau Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kawasan, pedoman, tata cara, dan
lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana tata ruang kawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB  VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Pasal  24

(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan oleh Peme rintah.
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi pemerintah dalam penataan ruang.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dala ayat (2) dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang.

Pasal  25

Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan :
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata ruang kepada masyarakat;
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan tanggungjawab
masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan, pendidikan, dan pelatihan.

Pasal  26

(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang ditetapkan berdasarkan
undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala Daerah yang bersangkutan.
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuktikan telah
diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian yang layak.

Pasal  27

(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menyelenggarakan penataan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, pelaksanaan penataan ruang  dilakukan
Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan pertimbangan dari
Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya serta koordinasi
dengan Daerah sekitarnya, sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 11
Tahin 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia Jakarta.
(3) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1).

Pasal  28

(1) Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II menyelenggarakan penataan
ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat diselesaikan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, maka diperlukan pertimbangan dan
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Pasal  29

(1) Presiden menunjuk seorang Menteri yang bertugas mengkoordinasikan
penataan ruang.
(2) Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk
pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya
yang berskala besar dan berdampak penting.
(3) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(4) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali Rencana Tata Ruang wilayah 13 dari 13
Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.

BAB  VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal  30

Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum berdasarkan Undang-undang ini.

BAB  VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal  31

Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka Ordonansi Pembentukan Kota
(Stadvormingsordonantie Staatblad Tahun 1948 Nomor 168, keputusan letnan
Gubernur jenderal tanggal 23 Juli 1948 no. 13) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 32

Undang-undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
 pada tanggal 13 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O


dionsuarsyaf.architects