UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1992
TENTANG
PENATAAN RUANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa ruang wilayah Negara kesatuan Republik
Indonesia sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia dengan
letak dan kedudukan
yang strategis sebagai Negara kepulauan dengan
keanekaragaman
ekosistemnya merupakan sumber daya alam yang perlu
disyukuri, dilindungi,
dan dikelola untuk mewujudkan tujuan pembangunan
nasional sebagai
pengama lan Pancasila;
b. bahwa pengelolaan sumber daya alam yang
beraneka ragam di daratan, di
lautan, dan di udara perlu dilakukan secara
terkoordinasi dan terpadu dengan
sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam
pola pembangunan yang
berkelanjutan dengan mengembangkan tata ruang
dalam satu kesatuan tata
lingkungan yang dinamis serta tetap memelihara
kelestarian kemampuan
lingkungan hidup sesuai dengan pembangunan
berwawasan lingkungan, yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional;
c . bahwa peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan pemanfaatan
ruang belum menampung tuntutan perkembangan
pembangunan, sehingga
perlu ditetapkan undang-undang tentang penataan
ruang;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria (Lembaga Negara Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah (Lembaga Negara Tahun 1974 Nomor 38,
Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3037);
4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaga Negara Tahun
1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaga Negara Tahun
1982 Nomor 51. Tambahan Lembaran Negara Nomor
3234), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988
(Lembaran Negara Tahun
1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3368);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan,
ruang lautan, dan ruang
udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat
manusia dan makhluk lainnya
hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola
pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata
ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil pere ncanaan
tata ruang.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan
geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya
ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama
lindung atau budi daya.
7. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan
dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
8. Kawasan budi daya adalah kawasan yang
ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasat kondisi dan potensi
sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
9. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam
dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan,
pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan
ekonomi.
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang
mempunyai kegiatan utama bukan
pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Kawasan tertentu adalah kawasan yang
ditetapkan secara nasional mempunyai
nilai strategis yang penataan ruangnya
diprioritaskan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Penataan ruang berasaskan :
a. pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara
terpadu, berdaya guna dan
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan
berkelanjutan;
b. keterbukaan, persamaan, keadilan, dan
perlindungan hukum.
Pasal 3
Penataan ruang bertujuan :
a. terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan
lingkungan yang
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional;
b. terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang
kawasan lindung dan
kawasan budi daya;
c . tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas
untuk :
1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas,
berbudi luhur, dan sejahtera;
2) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber
daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia;
3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan
sumber daya buatan
secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat guna
untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia;
4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan
mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan;
5) mewujudkan keseimbangan kepentingan kesejahteraan
dan keamanan.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang
termasuk pertambahan nilai
ruang sebagai akibat penataan ruang.
(2) Setiap orang berhak untuk :
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. berperan serta dalam penyusunan rencana tata
ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang;
c . memperoleh penggantian yang layak atas kondisi
yang dialaminya sebagai
akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
sesuai dengan rencana
tata ruang.
Pasal 5
(1) Setiap orang berkewajiban berperan serta dalam
memelihara kualitas ruang.
(2) Setiap orang berkewajiban menaati rencana tata
ruang yang telah ditetapkan.
Pasal 6
Ketentuan mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 dan Pasal 5 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB IV
PERENCANAAN, PEMANFAATAN, DAN PENGENDALIAN
Bagian Pertama
U m u m
Pasal 7
(1) Penataan ruang berdasarkan fungsi utama
kawasan meliputi kawasan lindung
dan kawasan budi daya.
(2) Penataan ruang berdasarkan aspek administratif
meliputi ruang wilayah
Nasional, wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan
wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(3) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan dan
aspek kegiatan meliputi
kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu.
Pasal 8
(1) Penataan ruang wilayah Nasional, wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, dan
wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II
dilakukan secara terpadu
dan tidak dipisah-pisahkan.
(2) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi
lebih dari satu wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I dikoordinasikan penyusunannya
oleh Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) untuk kemudian
dipadukan ke dalam
Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I yang bersangkutan.
(3) Penataan ruang untuk kawasan yang meliputi
lebih dari satu wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II
dikoordinasikan penyusunannya oleh
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I untuk kemudian
dipadukan ke dalam
Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
Pasal 9
(1) Penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I dan wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II, disamping
meliputi ruang daratan, juga
mencakup ruang lautan dan ruang udara sampai batas
tertentu yang diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Penataan ruang lautan dan ruang udara diluar
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur secara terpusat dengan
Undang-undang.
Pasal 10
(1) Penataan ruang kawasan perdesaan, penataan
ruang kawasan perkotaan, dan
penataan ruang kawasan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(3) diselenggarakan sebagai bagian dari penataan
ruang wilayah Nasional atau
wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II.
(2) Penataan ruang kawasan perdesaan dan penataan
ruang kawasan perkotaan
diselenggarakan untuk :
a. mencapai tata ruang kawasan perdesaan dan
kawasan perkotaan yang
optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam
pengembangan kehidupan
manusia;
b. meningkatkan fungsi kawasan perdesaan dan
fungsi kawasan perkotaan
secara serasi, selaras, dan seimbang antara
perkembangan lingkungan
dengan tata kehidupan masyarakat;
c . mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan
kemakmuran rakyat dan
mencegah serta menanggulangi dampak negatif
terhadap lingkungan alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosial.
(3) Penataan ruang kawasan tertentu
diselenggarakan untuk :
a. mengembangkan tata ruang kawasan yang strategis
dan diprioritas dalam
rangka penataan ruang wilayah Nasional atau
wilayah Propinsi Propinsi
Daerah Tingkat I atau wilayah Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II;
b. meningkatkan fungsi kawasan lindung dan fungsi kawasan budi daya;
c . mengatur
pemanfaatan ruang guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan.
(4) Pengelolaan kawasan tertentu diselenggarakan
oleh Pemerintah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 11
Penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 8,
Pasal 9, dan Pasal 10
dilakukan dengan memperhatikan :
a. lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan
sosial, dan interaksi antar
lingkungan;
b. tahapan, pembiayaan, dan pengelolaan
pembangunan, serta pembinaan
kemampuan kelembagaan.
Pasal 12
(1) Penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah
dengan peran serta masyarakat.
(2) Tata cara dan bentuk peran serta masyarakat
dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Perencanaan
Pasal 13
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan melalui
proses dan prosedur penyusunan
serta penetapan rencana tata ruang berdasarkan
ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Rencana tata ruang ditinjau kembali dan atau
disempurnakan sesuai dengan
jenis perencanaannya secara berkala.
(3) Peninjauan kembali dan atau penyempurnaan
rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan tetap
memperhatikan ketentuan
Pasal 24 ayat (3).
(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara
peninjauan kembali dan atau
penyempurnaan rencana tata ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 14
(1) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan
mempertimbangkan :
a. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
fungsi budi daya dan fungsi
lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya,
serta fungsi pertahanan
keamanan;
b. Aspek pengelolaan secara terpadu berbagai
sumber daya, fungsi dan
estetika lingkungan, serta kualitas ruang.
(2) Perencanaan tata ruang mencakup perencanaan
struktur dan pola pemanfaatan
ruang, yang meliputi tata guna air, tata guna
udara, dan tata guna sumber
daya alam lainnya.
(3) Perencanaan tata ruang yang berkaitan dengan
fungsi pertahanan keamanan
sebagai subsistem perencanaan tata ruang, tata
cara penyusunannya diatur
dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemanfaatan
Pasal 15
(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang
beserta pembiayaannya, yang didasarkan atas
rencana tata ruang.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diselenggarakan
secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang
ditetapkan dalam rencana
tata ruang.
Pasal 16
(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan :
a. pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna
air, tata guna udara, dan tata
guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas
penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2;
b. perangkat yang bersifat insentif dan
disinsentif dengan menghormati hak
penduduk sebagai warganegara.
(2) Ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna
tanah, tata guna air, tata guna
udara dan tata guna sumber daya alam lainnya
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) butir a, diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Keempat
Pengendalian
Pasal 17
Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan
melalui kegiatan pengawasan dan
penertiban tentang pemanfaatan ruang.
Pasal 18
(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang
diselenggarakan dalam bentuk
pelaporan, pemantauan, dan evaluasi.
(2) Penerbitan terhadap pemanfaatan ruang yang
tidak sesuai dengan rencana tata
ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan
sanksi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB V
RENCANA TATA RUANG
Pasal 19
(1) Rencana tata ruang dibedakan atas :
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I;
c . Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) digambarkan dalam
peta wilayah Negara Indonesia, peta wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, peta
wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II, dan peta
wilayah Kotamadya Daerah
Tingkat II, yang tingkat ketelitiannya diatur
dalam peraturan perundangundangan.
Pasal 20
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan
strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah Negara,
yang meliputi :
a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk
peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah
nasional;
c . kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung,
kawasan budi daya, dan
kawasan tertentu.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi :
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya,
dan kawasan tertentu
yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c . pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi
pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang
di wilayah nasional;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan
keseimbangan perkembangan
antar wilayah serta keserasian antar sektor;
c . pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan
Pemerintah dan atau
masyakarat;
d. penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat
I dan wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah
Nasional adalah 25 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 21
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I merupakan penjabaran
strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah nasional ke
dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang
wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Propinsi
Daerah Tingkat I untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I;
c . pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat
I;
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Dae rah
Tingkat I berisi :
a. arahan pengelolaan kawasan lindung dan kawasan
budi daya;
b. arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan
perkotaan, dan kawasan
tertentu;
c . arahan pengembangan kawasan permukiman,
kehutanan, pertanian,
pertambangan, perindustrian, pariwisata dan
kawasan lainnya;
d. arahan pengembangan sistem pusat permukiman
perdesaan dan perkotaan;
e. arahan pengembangan sistem prasarana wilayah
yang meliputi prasarana
transportasi, telekomunikasi, energi, pengairan,
dan prasarana pengelolaan
lingkungan;
f. arahan pengembangan kawasan yang
diprioritaskan;
g. arahan kebijaksanaan tata guna tanah, tata guna
air, tata guna udara, dan
tata guna sumber daya alam lainnya, serta
memperhatikan keterpaduan
dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I menjadi pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang
di wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
b. mewujudkan keterpaduan, keterikatan, dan
keseimbangan perkembangan
antar wilayah Propinsi Daerah Tingkat I serta
keserasian antar sektor;
c . pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan
Pemerintah dan atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Kabupaten/kotamadya
Daerah Tingkat II yang merupakan dasar dalam pengawasan terhadap perizinan
lokasi pembangunan.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I adalah 15 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I ditetapkan dengan peraturan daerah.
Pasal 22
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II
merupakan penjabaran Rencana Tata Ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I
ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi :
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat
II untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan;
b. rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II;
c . rencana umum tata ruang wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat
II;
d. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah
Kabupaten/ Kotamadya
Daerah Tingkat II;
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II berisi :
a. pengelolaan kawasan lindung dan kawasan budi
daya;
b. pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan
perkotaan, dan kawasan
tertentu;
c . sistem kegiatan pembangunan dan sistem
permukiman perdesaan dan
perkotaan;
d. sistem prasarana transportasi, telekomunikasi,
energi, pengairan, dan
prasarana pengelolaan lingkungan;
e. penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta
memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber
daya buatan.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II menjadi
pedoman untuk :
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang
wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II;
b. mewujudkan keterpaduan, keterikatan, dan
keseimbangan perkembangan
antar wilayah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat
II serta keserasian
antar sektor;
c . penerapan lokasi investasi yang dilaksanakan
Pemerintah dan atau
masyarakat di Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat
II;
d. penyusunan rencana rinci tata ruang di
Kabupaten/ Kotamadya Daerah
Tingkat II;
e. pelaksanaan pembangunan dalam memanfaatkan
ruang bagi kegiatan
pembangunan.
(4) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II menjadi
dasar untuk penerbitan perizinan lokasi
pembangunan.
(5) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II adalah 10 tahun.
(6) Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II
ditetapkan dengan peraturan daerah.11 dari 13
Pasal 23
(1) Rencana tata ruang kawasan perdesaan dan
rencana tata ruang kawasan
perkotaan merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang
wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(2) Rencana tata ruang kawasan tertentu dalam
rangka penataan ruang wilayah
nasional merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari Rencana Tata Ruang
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan atau Rencana
Tata Ruang wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
ditetapkan dengan Keputusan
Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan
kawasan, pedoman, tata cara, dan
lain-lain yang diperlukan bagi penyusunan rencana
tata ruang kawasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB VI
WEWENANG DAN PEMBINAAN
Pasal 24
(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat yang pelaksanaannya dilakukan
oleh Peme rintah.
(2) Pelaksanaan penataan ruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk :
a. mengatur dan menyelenggarakan penataan ruang;
b. mengatur tugas dan kewajiban instansi
pemerintah dalam penataan ruang.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud
dala ayat (2) dilakukan dengan
tetap menghormati hak yang dimiliki orang.
Pasal 25
Pemerintah menyelenggarakan pembinaan dengan :
a. mengumumkan dan menyebarluaskan rencana tata
ruang kepada masyarakat;
b. menumbuhkan serta mengembangkan kesadaran dan
tanggungjawab
masyarakat melalui penyuluhan, bimbingan,
pendidikan, dan pelatihan.
Pasal 26
(1) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai
dengan Rencana Tata Ruang wilayah
Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II yang
ditetapkan berdasarkan
undang-undang ini dinyatakan batal oleh Kepala
Daerah yang bersangkutan.
(2) Apabila izin sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dapat dibuktikan telah
diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat
pembatalan izin tersebut dapat dimintakan
penggantian yang layak.
Pasal 27
(1) Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
menyelenggarakan penataan ruang wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I.
(2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta,
pelaksanaan penataan ruang dilakukan
Gubernur Kepala Daerah dengan memperhatikan
pertimbangan dari
Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah
lainnya serta koordinasi
dengan Daerah sekitarnya, sesuai dengan ketentuan
Undang-undang Nomor 11
Tahin 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah
Khusus Ibukota Negara
Republik Indonesia Jakarta.
(3) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) terdapat hal-hal yang tidak
dapat diselesaikan di wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, maka diperlukan
pertimbangan dan persetujuan
Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
(1).
Pasal 28
(1) Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
menyelenggarakan penataan
ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat
II.
(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) terdapat hal-hal yang tidak dapat
diselesaikan di wilayah
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, maka
diperlukan pertimbangan dan
persetujuan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
Pasal 29
(1) Presiden menunjuk seorang Menteri yang
bertugas mengkoordinasikan
penataan ruang.
(2) Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) termasuk
pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan
dan pemanfaatannya
yang berskala besar dan berdampak penting.
(3) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan
pemanfaatannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah
berkonsultasi dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
(4) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang wilayah 13 dari 13
Propinsi Daerah Tingkat I dan Rencana Tata Ruang
wilayah Kabupaten/
Kotamadya Daerah Tingkat II.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini semua
peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada
tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka
Ordonansi Pembentukan Kota
(Stadvormingsordonantie Staatblad Tahun 1948 Nomor
168, keputusan letnan
Gubernur jenderal tanggal 23 Juli 1948 no. 13)
dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 32
Undang-undang ini berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-undang
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 13 Oktober 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S O E H A R T O
dionsuarsyaf.architects