Rumah adat MINAHASA
Asal Usul Suku Minahasa
Menurut
fakta- fakta penyelidikan kebudayaan dunia dan benda- benda purbakala. Di tanah
Minahasa sendiri kaum pendatang mempunyai ciri seperti: Kaum Kuritis
(berambut keriting),Kaum Lawangirung (berhidung pesek) dan Kaum Malesung/
Minahasa yang menurunkan suku-suku :Tonsea, Tombulu, Tompakewa, Tolour,
Bantenan (Pasan,Ratahan),Tonsawang, Bantik (sekitar tahun 1590).Suku
Minahasa atau Malesung mempunyai pertalian dengan suku bangsa Filipina dan
Jepang, yang berakar pada bangsa Mongol didataran dekat Cina. Hal ini nyata
tampak dalam bentuk fisik seperti mata, rambut, tulang paras, bentuk mata, dll.
Tingkatan atau status social
Golongan Makasiow (pengatur ibadah yang disebut
Walian/ Tonaas) hingga saat ini istilah yang dipakai adalah 2 X 9 ( 9 orang
tonaas yang menempati posisi antara Sang penguasa dengan Surga dan Bumi, Baik
tidak Baik, dan semua hal tentang keseimbangan Golongan Makatelu pitu
(pengatur/ pemerintah dengan gelar Patu’an atau 3 X 7 Teterusan/ kepala desa
dan pengawal desa disebut Waranei ( 7 orang pengatur/pemerintah) Seiring waktu,
jumlah penduduk bertambah, tempat tinggal mulai padat dan lahan terbatas, maka
keturunan Toarlumimuut berpencar tumani (membuka lahan baru)untuk kelangsungan taranak
mereka serta Golongan Pasiyowan Telu (rakyat).
Sejak awal bangsa Minahasa tiada pernah terbentuk kerajaan
atau mengangkat seorang raja sebagai kepala pemerintahan Kepala
pemerintah adalah kepala keluarga yang gelarnya adalah Paedon Tu’a atau Patu’an
yang sekarang kita kenal dengan sebutan Hukum Tua.
Sistem
kekerabatan suku minahasa (kota Manado)
Kota Manado secara hukum adat merupakan wilayah dari
Tanah Minahasa, dimana masyarakatnya sebagian besar berasal dari Suku Minahasa
yakni Sub Suku Tombulu, Tonsea, Tontemboan atau Tompakewa, Toulour, Tonsawang,
Pasan atau Ratahan, Ponosakan, dan Bantik. Ada juga masyarakat pendatang dari
luar negeri, seperti Bangsa Cina yang telah kawin mawin dengan orang
Manado-Minahasa dan keturunannya disebut Cina Manado, Bangsa Portugis dan
Spanyol yang keturunannya disebut Orang Borgo Manado, Bangsa Belanda yang
keturunannya disebut Endo Manado serta Bangsa Arab, Jepang, dan India dimana
perkawinan mereka bersifat endogam.Disamping itu, ada pula penduduk Kota Manado
yang berasal dari Suku Sangihe Talaud, Bolaang Mongondouw, Gorontalo serta
daerah lainnya dari seluruh Indonesia yang telah sekian lama menetap.
Sistem
Kepercayaan
Masyarakat Kota Manado masih memiliki kepercayaan
lama, yakni kepercayaan kepada dewa-dewa yang menghuni alam sekitar, seperti
Opo Empung (Tuhan), Opo nenek moyang, Opo kerabat, mahluk-mahluk penghuni
gunung, sungai, mata air, hutan, bawah tanah, pantai dan laut, hujan, dan mata
amgin. Selain itu ada juga kepercayaan yang berhubungan
dengan mahluk halus lainnya, seperti mukur, pontianak, setang mangiung-ngiung,
pok-pok, panunggu, jin, dan lulu.
Perkampungan
Pola perkampungan dari tiap-tiap kelurahan di
wilayah Kota Manado pada umumnya terletak diatas tanah dataran, baik dataran
tinggi maupun dataran rendah secara berkelompok padat. Kelurahan yang satu
dengan kelurahan yang lainnya sambung-menyambung menjadi satu kesatuan
mengikuti jalan raya maupun memanjang mengikuti jalan-jalan kecil dan juga
lorong-lorong.
àLuas Minahasa pada jaman ini
adalah dari pantai likupang, Bitung sampai ke muara sungai Ranoyapo ke
gunung Soputan, gunung Kawatak dan sungai Rumbia Wilayah setelah sungai
Ranoyapo dan Poigar, Tonsawang, Ratahan, Ponosakan adalah termasuk wilayah
kerajaan Bolaang Mongondow.
|
-Letak & Orientasi
Pengaruh system kekerabatan&kepercayaan pada rumah adat minahasa
Rumah adat Minahasa merupakan rumah panggung yang
terdiri dari dua tangga didepan rumah. Menurut kepercayaan nenek moyang
Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang
mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali
turun di tangga yang sebelahnya.
Material
yang digunakan pada WALEWANGKO
Bahan material yang dipergunakan umumnya adalah kayu
dari jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis
kayu cempaka utan atau pohon wasian, jenis kayu nantu, dan kayu maumbi.
Kayu besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk dinding dan lantai rumah,
kayu nantu untuk rangka atap. Bagi masyarakat strata ekonomi rendah menggunakan
bambu petung/ bulu jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong untuk
lantai rumah, untuk dinding dipakai bambu yang dipecah.Arsitektur rumah
tradisional Minahasa dapat dibagi dalam periode sebelum gempa bumi tahun 1845
dan periode pasca gempa bumi 1845-1945.
Sistem ruang
dan karakteristik ruang dalam rumah
Terdapat satu ruang bangsal untuk semua kegiatan
penghuninya. Pembatas territorial adalah dengan merentangkan rotan atau tali
ijuk dan menggantungkan tikar. Orientasi rumah menghadap ke arah yang ditentukan
oleh Tonaas yang memperoleh petunjuk dari Empung Walian Wangko (Tuhan).
Karakteristik ruang dalam rumah masa 1845-1945
berbeda dengan sebelumnya, karena sudah terdapat beberapa kamar, seperti badan
rumah terdepan berfungsi sebagai ruang tamu/ ruang setup emperan, ruang tengah/
pores difungsikan untuk menerima kerabat dekat, dan ruang tidur untuk orang tua
dan anak perempuan, ruang tengah belakang tempat lumbung padi (sangkor). Ruang
masak terpisah pada bangunan lainnya. Fungsi loteng/ soldor adalah sama dengan
masa sebelumnya yang diperuntukkan menyimpan hasil panen (gambar 3 dan gambar
4).
Rumah adat Minahasa 1900
|
Rumah dengan material penutup atap
rumbia (bahan ijuk)
Sesuai
penuturan penghuni rumah, umur atap rumbia adalah 10-15 tahun, dan saat ini
material atap rumbia sulit diperoleh dan kualitasnya menurun karena masa
pakainya hanya 1-3 tahun.
|
Karakteristik konstruksi Atap:
|
Jenis jenis atap
dengan bahan seng
|
PONDASI
:
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di Indonesia umumnya, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu, beton maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang tergantung volume bangunan yangdipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan betontersebut.
Seperti yang terdapat pada rumah panggung di Indonesia umumnya, bagian pondasi(kolong) bangunan tetap menggunakan material batu, beton maupun kayu/kayukelapa itu sendiri dengan dimensi yang tergantung volume bangunan yangdipikulnya. Takikan pada pondasi beton bisa diganti dengan ikatan tulangan betontersebut.
Konstruksi awal. Sambungan Tiang
penyanggah dengan Kancingan dobel
|
- Perubahan pondasi pada masa kini :
|
|
Tiang:
|
Tangga:
- Menurut kepercayaan nenek moyang Minahasa peletakan tangga tersebut dimaksudkan apabila ada roh jahat yang mencoba untuk naik dari salah satu tangga maka roh jahat tersebut akan kembali turun di tangga yang sebelahnya.
- Setiap anak tangga mengartikan tingkatan jumlah harta untuk mempelai wanita.
·
|
Ornamen:
- Ornamen hiasan banyak sekali menggunakan warna merah yang mengartikan bahwa keberanian.
- Ornamen ada yang berbentuk naga di samping kanan dan kiri rumah,mengartikan arti tak gentar tidak takut.
- Ornamen Naga berasal dari negara Cina begitu pun warana merah yang identik dengan Cina.
- Semoga berguna:)
Anda mencuri gambar2 saya ya..!!!
BalasHapus