PENDAHULUAN
A. Pengertian Kawasan Cagar Budaya
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa
Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar
Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang
memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. Satuan ruang geografis dapat
ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila:
- mengandung 2 (dua) Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan;
- berupa lanskap budaya hasil bentukan manusia berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
- memiliki pola yang memperlihatkan fungsi ruang pada masa lalu berusia paling sedikit 50 (lima puluh) tahun;
- memperlihatkan pengaruh manusia masa lalu pada proses pemanfaatan ruang berskala luas;
- memperlihatkan bukti pembentukan lanskap budaya; dan
- memiliki lapisan tanah terbenam yang mengandung bukti kegiatan manusia atau endapan fosil. (UU No 11 Tahun 2010)
B. Sejarah
Kawasan Cagar Budaya Setu Babakan
Perkampungan
Budaya Betawi, Setu
Babakan awalnya merupakan perkampungan masyarakat biasa yang
mayoritas penduduknya orang Betawi asli. Ide dan keinginan membangun pusat
kebudayaan Betawi sesunguhnya sudah tercetus sejak tahun 1990-an. Penetapan
Setu Babakan oleh pemerintah sebagai kawasan Cagar Budaya Betawi sebenarnya
sudah direncanakan sejak tahun 1996.
Sebelum itu, kawasan Cagar Budaya Betawi berada di kawasan Condet, Jakarta
Timur menjadi target utama namun karena banyaknya penduduk pendatang disana
melebihi penduduk asli Betawi, maka Pemerintah DKI Jakarta merencanakan kawasan
baru sebagai pengganti kawasan yang
sudah direncanakan tersebut.
Badan Musyawarah Masyarakat Betawi (BAMUS Betawi) juga
menginginkan permukiman ini dijadikan Pusat Perkampungan Budaya Betawi untuk
pelestarian. Untuk lebih memantapkan usulan BAMUS Betawi, maka pada tanggal 13
September 1997 telah diselenggarakan “Festival Setu Babakan” yang mendapat
sambutan hangat dari masyarakat. Acara tersebut memperlihatkan DKI Jakarta yang
sesungguhnya dengan budaya dan kehidupan masyarakat Betawi sebagai penduduk
asli DKI Jakarta yang mungkin kebanyakan orang DKI Jakarta sendiri tidak pernah
mengetahui akan keberadaannya.
Melalui SK Gubernur No. 9 tahun 2000 dipilihlah perkampungan
Setu Babakan sebagai kawasan Cagar
Budaya Betawi. Sejak tahun penetapan tersebut, pemerintah dan masyarakat
mulai berusaha merintis dan
mengembangkan perkampungan tersebut sebagai kawasan cagar budaya yang layak
didatangi oleh para wisatawan. Pada Oktober 2002, perkampungan Setu Babakan
juga merupakan salah satu objek yang dipilih Pacifik Asia Travel Association
(PATA) sebagai tempat kunjungan wisata bagi peserta konferensi PATA di Jakarta.
Setelah persiapan dirasa cukup, pada tahun 2004, Setu
Babakan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu yaitu Sutiyoso sebagai
kawasan Cagar Budaya Betawi. Pencanangan kampung Betawi itu dilakukan Gubernur
DKI Sutiyoso bersamaan dengan dimulainya rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun
(HUT) ke-474 Jakarta. Seiring dengan berjalannya waktu, maka pada tanggal 10
Maret 2005 maka dikeluarkan “Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta No.3 Tahun
2005” tentang Penetapan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng
Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Perkampungan Budaya
Betawi, Setu Babakan
merupakan permukiman reka cipta yang bertujuan untuk menyelamatkan
budaya Betawi dan merupakan suatu tempat ditumbuhkembangkan keasrian alam,
tradisi Betawi yang meliputi keagaamaan, kebudayaan dan kesenian Betawi. Hasil
penelitian ini sesuai dengan pernyataan
Sasongko (2005) bahwa
permukiman tradisional direpresentasikan sebagai tempat yang masih
memegang nilai-nilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan
atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar